Laman

Kamis, 01 Agustus 2013

KASIH RELA BERKORBAN


Robertson MC Quilkin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan ingin merawat istrinya,Muriel, yang sakit Alzheimer, yaitu gangguan fungsi otak

Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk makan, mandi dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri. Karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya.

Namun pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan lantai bekas ompol Muriel dan di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air seninya sendiri, maka Robertson tiba-tiba kehilangan kendali emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna menghentikannya.

Setelah itu Robertson menyesal dan berkata dalam hatinya, “Apa gunanya saya memukulnya, walaupun tidak keras, tapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami menikah, saya tidak pernah memukulnya karena marah, namun kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan,” lalu tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.

Pada tanggal 14 Februari 1995, Robertson dan Muriel, memasuki hari istimewa karena pada tanggal itu di tahun 1948, Robertson melamar Muriel. Dan pada hari istimewa itu Robertson memandikan Muriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel dan pada malam harinya menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel lalu berdoa:”Tuhan Yesus yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itu jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin!”

Pagi harinya, ketika Robertson berolah-raga dengan menggunakan sepeda statisnya, Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman, kemudian melempar senyum manis kepada Robertson.

Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan Muriel yang tidak pernah berbicara memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening,”Sayangku….sayangku….”, Robertson melompat dari sepedanya dan segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu. “Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?”Tanya Muriel.

Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah Robertson, Muriel berbisik,”Aku bahagia!” Dan ternyata itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson.

Saudaraku yang terkasih, memelihara dan membahagiakan orang-orang yang sudah memberi arti dalam hidup kita adalah suatu ibadah di hadapan Tuhan. Mengurus suami atau istri yang sudah tak berdaya adalah suatu perbuatan yang mulia. Mengurus orang tua atau mertua adalah tugas seorang anak ataupun menantu. Mengurus kakek atau nenek yang sudah renta dan pikun juga adalah tanggung jawab para cucu. Jangan abaikan mereka yang telah renta, apalagi ketika mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Peliharalah mereka dengan kesabaran dan penuh kasih.

Pernah suatu kali TUHAN Allah berfirman kepada bangsa Israel, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia, dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu” (Yesaya 46:4). Coba bayangkan, betapa sayangnya Tuhan kepada umatNYa, walau mereka berdosa dan jatuh dalam dosa penyembahan pada berhala, tapi kasih setia Tuhan begitu nyata atas mereka. Tuhan berjani untuk menggendong, menanggung dan memikul kita, itu semua karena cinta Nya. Bahkan Ia berjanji mau melakukan hal tersebut sampai masa tua dan putih rambut kita, sampai kapan pun Ia mau menyayangi umatNya, termasuk saat di mana kita sudah tak berdaya.

Jika begitu besar kasih dan pengorbanan Tuhan atas hidup kita, bagaimana sikap kita terhadap anggota keluarga bahkan sesama yang cacat, tua, pikun, sakit-sakitan, dan kondisi tak berdaya lainnya. Apakah kita mencampakkan mereka dan membuang mereka, ataukah kita memberikan perhatian khusus kepada mereka melalui kasih dan pengorbanan kita?

Kerapkali saya mendengar keluhan dari anggota Jemaat yang sepuh dan merasa dibuang oleh anak, menantu dan cucunya. Saat mereka kecil dirawat dengan penuh kasih saying, tetapi setelah mereka besar, mereka justru membuang orang tuanya. Ada yang dititipkan dipanti jompo atau panti wreda, atau tinggal satu rumah tapi kurang diberi perhatian. Sehingga orang tua merasa kesepian dan tidak berarti lagi hidupnya. Tak mengherankan beberapa di antara mereka setelah dititipkan dipanti werda, tak lama kemudian meninggal dunia karena tertekan jiwanya.

DOA:
Bapa, ajarlah kami untuk mengasihi anggota keluarga kami yang sudah sepuh dan membutuhkan perhatian. Berikanlah kasihMu di hati kami agar kami mampu mengasihi dan berkorban bagi mereka. Sehingga melalui hidup kami mereka dapat merasakan hidup mereka berarti.Terima kasih untuk teladan baik yang Engkau berikan. Dalam nama Yesus kami berdoa, Amin!

Foto: KASIH RELA BERKORBAN

Robertson MC Quilkin mengundurkan diri dari kedudukannya sebagai Rektor di Universitas Internasional Columbia dengan alasan ingin merawat istrinya,Muriel, yang sakit Alzheimer, yaitu gangguan fungsi otak

Muriel sudah seperti bayi, tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan untuk makan, mandi dan buang air pun ia harus dibantu. Robertson memutuskan untuk merawat istrinya dengan tangannya sendiri. Karena Muriel adalah wanita yang sangat istimewa baginya.

Namun pernah suatu kali ketika Robertson membersihkan lantai bekas ompol Muriel dan di luar kesadaran Muriel malah menyerakkan air seninya sendiri, maka Robertson tiba-tiba kehilangan kendali emosinya. Ia menepis tangan Muriel dan memukul betisnya, guna menghentikannya.

Setelah itu Robertson menyesal dan berkata dalam hatinya, “Apa gunanya saya memukulnya, walaupun tidak keras, tapi itu cukup mengejutkannya. Selama 44 tahun kami menikah, saya tidak pernah memukulnya karena marah, namun kini di saat ia sangat membutuhkan saya, saya memperlakukannya demikian. Ampuni saya, ya Tuhan,” lalu tanpa peduli apakah Muriel mengerti atau tidak, Robertson meminta maaf atas hal yang telah dilakukannya.

Pada tanggal 14 Februari 1995, Robertson dan Muriel, memasuki hari istimewa karena pada tanggal itu di tahun 1948, Robertson melamar Muriel. Dan pada hari istimewa itu Robertson memandikan Muriel, lalu menyiapkan makan malam dengan menu kesukaan Muriel dan pada malam harinya menjelang tidur ia mencium dan menggenggam tangan Muriel lalu berdoa:”Tuhan Yesus yang baik, Engkau mengasihi Muriel lebih dari aku mengasihinya, karena itu jagalah kekasih hatiku ini sepanjang malam dan biarlah ia mendengar nyanyian malaikat-Mu. Amin!”

Pagi harinya, ketika Robertson berolah-raga dengan menggunakan sepeda statisnya, Muriel terbangun dari tidurnya. Ia berusaha untuk mengambil posisi yang nyaman, kemudian melempar senyum manis kepada Robertson.

Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan Muriel yang tidak pernah berbicara memanggil Robertson dengan suara yang lembut dan bening,”Sayangku….sayangku….”, Robertson melompat dari sepedanya dan segera memeluk wanita yang sangat dikasihinya itu. “Sayangku, kau benar-benar mencintaiku bukan?”Tanya Muriel.

Setelah melihat anggukan dan senyum di wajah Robertson, Muriel berbisik,”Aku bahagia!” Dan ternyata itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Muriel kepada Robertson.

Saudaraku yang terkasih, memelihara dan membahagiakan orang-orang yang sudah memberi arti dalam hidup kita adalah suatu ibadah di hadapan Tuhan. Mengurus suami atau istri yang sudah tak berdaya adalah suatu perbuatan yang mulia. Mengurus orang tua atau mertua adalah tugas seorang anak ataupun menantu. Mengurus kakek atau nenek yang sudah renta dan pikun juga adalah tanggung jawab para cucu. Jangan abaikan mereka yang telah renta, apalagi ketika mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Peliharalah mereka dengan kesabaran dan penuh kasih.

Pernah suatu kali TUHAN Allah berfirman kepada bangsa Israel, “Sampai masa tuamu Aku tetap Dia, dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu” (Yesaya 46:4). Coba bayangkan, betapa sayangnya Tuhan kepada umatNYa, walau mereka berdosa dan jatuh dalam dosa penyembahan pada berhala, tapi kasih setia Tuhan begitu nyata atas mereka. Tuhan berjani untuk menggendong, menanggung dan memikul kita, itu semua karena cinta Nya. Bahkan Ia berjanji mau melakukan hal tersebut sampai masa tua dan putih rambut kita, sampai kapan pun Ia mau menyayangi umatNya, termasuk saat di mana kita sudah tak berdaya.

Jika begitu besar kasih dan pengorbanan Tuhan atas hidup kita, bagaimana sikap kita terhadap anggota keluarga bahkan sesama yang cacat, tua, pikun, sakit-sakitan, dan kondisi tak berdaya lainnya. Apakah kita mencampakkan mereka dan membuang mereka, ataukah kita memberikan perhatian khusus kepada mereka melalui kasih dan pengorbanan kita?

Kerapkali saya mendengar keluhan dari anggota Jemaat yang sepuh dan merasa dibuang oleh anak, menantu dan cucunya. Saat mereka kecil dirawat dengan penuh kasih saying, tetapi setelah mereka besar, mereka justru membuang orang tuanya. Ada yang dititipkan dipanti jompo atau panti wreda, atau tinggal satu rumah tapi kurang diberi perhatian. Sehingga orang tua merasa kesepian dan tidak berarti lagi hidupnya. Tak mengherankan beberapa di antara mereka setelah dititipkan dipanti werda, tak lama kemudian meninggal dunia karena tertekan jiwanya.

DOA:
Bapa, ajarlah kami untuk mengasihi anggota keluarga kami yang sudah sepuh dan membutuhkan perhatian. Berikanlah kasihMu di hati kami agar kami mampu mengasihi dan berkorban bagi mereka. Sehingga melalui hidup kami mereka dapat merasakan hidup mereka berarti.Terima kasih untuk teladan baik yang Engkau berikan. Dalam nama Yesus kami berdoa, Amin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar